Rabu, 19 Januari 2011

aswaja


A.  PENDAHULUAN
1.      PENGERTIAN ASWAJA
Kalimat aswaja berasal dari bahasa arab,
Ahlun (اَهْلٌ) artinya keluarga, famili. Sunnah (السنّه) jalan, tabiat dan perilaku kehidupan. Wal jama'ah (والجماعه) artinya kelompok atau kumpulan.
Secara istilah, aswaja adalah sebutan untuk komunitas Islam yang secara teologis setia kepada tradisi-tradisi nabi dan salafusholihin, dan secara sosioidiologi politik mencoba membebaskan dari konflik 2 ekstrim yang telah membawa perpecahan keras dan berdarah dalam umat Islam.
Tujuan aswaja adalah mengembalikan kemurnian ajaran Islam seperti pada waktu zaman Rosulullah dan shahabat-shahabatnya.
2.   Golongan yang termasuk ahli sunnah wal jama'ah
a.   Golongan yang termasuk aswaja ialah mereka yang rosulullah dan i'tiqod shahabatnya, amal ibadah dan perjuangannya untuk menegakkan agama Islam dan umatnya. Sebagaimana firman Allah dalam surat At Taubah ayat 100,
وَالسَّابِقُونَ الاَوَّلُونَ مِنَ المُهَاجِرِينَ وَالاَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوهُمْ يِاِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَاَعَدَّلَهُمْ جَنَّتٍ تَجْرِي تَهْتِهَا الاَنْهَارُ خٰلِذِينََ فِيهَا اَبَدً, ذٰلِكَ الفَوْزُ العَطِيمُ
Artinya:
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.
b.   Abdul  Qodir Al Baghdadi dalam kitab karangannya, "Al Furqu bainal Firoq" merinci kelompok aswaja menjadi 8 macam, yaitu:
1)      Ulama tauhid, hukum janji dan ancaman, pahala dan dosa, syarat-syarat ijtihad, imamah dan zu'amah. Serta ilmu kalam yang bebas dari penyelewengan nafsu dan kesesatan.
2)      Imam-imam ilmu fiqih, dalam hal ushuluddin mempercayai mahzab shifafiyyah Allah dalam sifat yang azzali dan bebas dari paham Qodariyyah dan Mu'tazilah.
3)      Kelompok ahli hadits, pandai membedakan antara hadits shohih dan tidak
4)      Kelompok ahli adab (kesusastraan Arab)
5)      Kelompok ahli Qur'an, tafsir, dan ta'wilnya sesuai mahzab ahli sunnah wal jama'ah
6)      Kelompok sufi
7)      Kelompok mujahid (pejuang Islam)
8)      Orang awam yang I'tiqodnya besar sesuai dengan ulama ahli sunnah wal jama'ah dalam bab keadilan, tauhid, janji dan ancaman, mengikuti dalam hal halal haram
c. Corak pemikiran aswaja
1)      Dalam sejarah pemikiran Islam, aswaja lebih popular setelah Abu Hasan Al Asy'ari (wafat 324 H/ 236 Masehi) dan Abu Manshur Al Maturidi (wafat 944 Masehi) mengajukan gagasan kalamnya yang antitesis terhadap pemikira-pemikiran Mu'tazilah
2)      Dari berbagai pemikiran Asy'ari maupun Maturidi diketahui bahwa pemikiran-pemikiran mereka memiliki corak sendiri yang dapat dibedakan dari corak pemikiran lain.
a)      Al Iqtashad (moderat/tawassut)
Yaitu suatu ciri yang menengahi antara dua pikiran yang ekstrim antara Qodariyyah dan Jabariyyah, ortodoks Salaf dan nasionalisme Mu'tazilah. Dan antara sufisme falsafi dan sufisme salafi
b)      Pemikiran aswaja adalah sikap toleransi (tasamuh) yang sangat besar terhadap pluralisme pikiran. Berbagai pikiran yang tumbuh dalam masyarakat muslim mendapatkan pengakuan yang apresiatif
Aswaja dalam hal ini sangat responsif terhadap hasil pemikiran berbagai mahzab. Sikap toleran aswaja yang demikian telah memberikan makna khusus dalam hubungannya dengan dimensi kemanusiaan secara luas, dan ini akan mengantarkan pada visi kehidupan dunia yang rahmat di bawah prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Me;lalui sikap dan pandangan yang demikian, aswaja selanjutnya berusaha menyeimbangkan keseimbangan (tawazun) cirri lain dari aswaja.

B.  ASWAJA AQIDAH DAN SYARI'AH
1.   Munculnya golongan aswaja
  1. Munculnya aswaja pada abad II dan III hijriyah dalam sejarah Islam memperlihatkan perang pemikiran antara golongan rasionalismedan muhadditsin dengan inti persoalan yang berazaskan pada kedudukan akal dan wahyu
  2. Tokoh yang mempelopori munculnya aswaja adalah Syaikh Abu Hasan Ali Al Asy'ari dan Syaikh Abu Manshur Al maturidi. Sebagai reaksi terhadap berbagai aliran sesat pada saat itu serta untuk menangkisnya.
2.   Ajaran-ajaran Aswaja
  1. Pemikiran-pemikiran Asy'ariyyah dan Maturidiyyah pada umumnya merupakan reaksi-reaksi terhadap ajaran-ajaran mu'tazilah yang berpangkal pada 5 ajaran dasar, yaitu; at tauhid, al adlu, al wa'du wa al wa'id, al manzilah bainal manzilatain, al amru al ma'ruf dan al nahyu al munkar.
  2. Adapun ajaran-ajaran aswaja antara lain:
1)      mengenai sifat Allah
Tuhan mempunyai sifat melihat, mendengar, berbicara, memiliki wajah, tangan, duduk di atas arsy seperti yang disebutkan dalam Al Qur'an. Tetapi dengan tidak diketahui bentuk-Nya. Sifat Tuhan bukan esensi Tuhan itu sendiri, Tuhan dan Dzat Tuhan adalah berbeda.
2)      mengenai Al Qur'an
Asy'ari berpendat bahwa Al Qu'an adalah kalamullah, tidak berubah, tidak diciptakan, bukan makhluk, dan tidak baharu. Adapun bentuk, huruf, warna dan suara adalah diciptakan.
Sedangkan menurut Al Maturidi, kalamullah adalah makna yang melekat pada Dzat Allah, oleh karena itu, ia adalah salah satu sifat yang berhubungan dengan dzat-Nya.
Kesimpulannya adalah, AlQur'an yang merupakan huruf-huruf, kata-kata dan ibarat yang menunjukkan makna yang qodim adalah baru, sekalipun tidak disebut makhluk.
  1. Biografi imam Asy'ari dan imam Maturidi
1)   biografi imam Asy'ari
a)      seorang tokoh besar pemikir Islam yang merintis keseluruhan penjabaran aqidahatau aqoid kepercayaan Islam dalam ilmu kalam
b)      dilahirkan di Basrah (Irak) tahun 260H
c)      wafat di Bagdad pada 324 H/935 M
Pada mulanya beliau adalah murid seorang mu'tazilah, Syeikh Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab Al Jubai, akan tetapi akhirnya bertaubat dengan keluar dari mu'tazilah dengan berpidato di atas mimbar masjid Basrah, yang intinya beliau tidak meyakini lagi bagaimana keyakinan golongan mu'tazilahyang mengatakan bahwa:
ü      Al Qur'an itu makhluk
ü      Manusia tidak bias melihat Allah dengan mata kepala di akhirat
ü      Manusia menciptakan perbuatannya sendiri
Untuk menentang pendapat mu'tazilah yang sesat itu, beliau berpendapat dan menulis kitab kira-kira ada 200 kitab. Diantaranya yang terkenal adalah; Al Mujaz, Al Ibanah, Maqolatul Islamiyyah.
Imam Asy'ari mengutamakan dalil naqli (Al Qur'an dan hadits) kemudian akal dan pikiran. Sedangkan mu'tazilah mengutamakan dalilnya dengan akal dan filsafat Yunani dalam masalah ushuluddin.
2)   Biografi imam Al Maturidi
Beliau lahir di Samarkand (Uzbekistan) 250 H. pada masa beliau banyak perdebatan antara mahzab Hanafi dan Syafi'I dan beliau sendiri bermahzab Hanafi.
Meskipun metode beliau berbeda dengan imam Asy'ari, namun hasil pemikirannya terutama bidang aqidah banyak persamaannya.
  1. Metode pendekatan teologi sunni
1)      Metode pendekatan Al Asy'ari
Suatu karakteristik dari suatu faham Asy'ari adalah istiqomah. Sehingga faham ini disebut "ahlu sunnah wal istiqomah". Istiqomah berarti jalan tengah atau moderat. Ahlu sunnah wal istiqomah berarti memegang tradisi. Jalan lurus dan tengah.
Metode yang ditempuh Al Asy'ari terlihat pada pandangannya yang bersifat pasrah pada nasib (fatalisme).
2)      Metode pendekatan Al Maturidiyyah
Disebut Al Maturidiyyah karena merupakan penjabaran simpul aqidah atau simpul-simpul aqoid kepercayaan Islam dalam ilmu kalam yang bertitik tolak dari rintisan seorang pemikir Islam ( Abu Mansyur Al Maturidi).
Dalam aliran Al Maturidi terdapat 2 golongan:
a)      Golongan samarkand, yaitu pengikut-pengikut AlMaturidi sendiri. Golongan ini berpaham lebih dekat Al Asy'ari daripada mu'tazilah
b)      Golongan Bukhoro, yaitu pengikut-pengikut Al Bazdawi. Golongan ini memiliki pendapat yang lebih dekat pada pendapat-pendapat Al Asy'ari.
Jadi faham sunni adalah faham keagamaan yang berwatak keseimbangan (ahlu istiqomah) atau ummatan wa shatan yang bersedia memahami segala sesuatu dalam aspirasi sejarah dan budaya yang di dalamnya semua manusia ikut terlibat.

C.  DASAR HUKUM ISLAM MENURUT AHLU SUNNAH WAL JAMA'AH
Dasar hukum Islam yang disepakati kaum aswaja terdiri dari Al Qur'an, Hadits, Ijma', dan Qiyas.
1.      Al Qur'an
a.       Pengertian
Menurut bahasa, Al Qur'an artinya bacaan atau yang dibaca. Sedang menurut istilah, Al Qur'an adalah firman Allah sebagai mu'jizat nabi Muhammad SAW yang diturunkan Allah SWT melalui malaikat Jibril, yang ditulis dalam mushaf yang diturunkan secara mutawatir dan membacanya merupakan ibadah.
b.      Kandungan Al Qur'an
Kandungan secara garis besar ada 5 perkara
1)      tentang aqidah
Mengesakan kepada Allah SWT yang merupakan hak-Nya. Meluruskan aqidah-aqidah yang telah banyak diselewengkan oleh kaum musyrikin.
2)      tentang janji dan ancaman
Melalui Al Qur'an Allah menjanjikan kebahagiaan dan mengancam bagi orang yang inkar dengan siksa dan sengsara dunia akhirat.
3)      tentang ibadah
Melalui Al Qur'an ini Allah memberikan tata cara beribadah yang merupakan pengabdian dan sebagai tanda syukur kepada-Nya.
4)      tentang jalan dan cara memperoleh kebahagiaan
Al Qur'an secara jelas menjabarkan masalah-masalah keduniaan dan akhirat yang dapat dijadikan patokan (hukum-hukum) untuk mendapatkan kebahagiaan.
5)      tentang sejarah umat masa lalu
Di dalam Al Qur'an dijelaskan kisah-kisah orang sholih yang dapat dijadikan teladan, juga orang-orang durhaka yang kehidupannya mendapat laknat dari Allah untuk dijadikan iktibar (pelajaran).
c.       Macam-macam hukum yang terkandung dalam Al Qur'an
1)      ahkam I'tiqodiyyah
yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan keyakinan kepada Allah, Malaikat, Rosul, dan hari pembalasan
2)      ahkam khuluqiyyah
hukum-hukum mengenai akhlaq atau tingkah laku manusia menghindari kehinaan dan mencari keutamaan
3)      ahkam amaliyyah
yaitu hukum yang berhubungan dengan persoalan keseharian manusia dalam berinteraksi dengan sesama
2.      Hadits
a.       Pengertian hadits atau sunnah
Hadits berarti baru, dekat, warta berita
Menurut ahli hadits, yaitu segala ucapan, perbuatan, keadaan, atau perilaku Nabi SAW.
b.      Kedudukan hadits dalam hukum Islam
Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur'an.
Fungsi hadits terhadap Al Qur'an:
1)      Sebagai penguat hukum dalam Al Qur'an
2)      Sebagai penjelas, penjabar dalam Al Qur'an
3)      Sebagai jembatan ketetapan hukum yang tidak ada dalam Al Qur'an
c.       Pembagian hadits
1)      Hadits mutawatir
Meliputi; mutawatir lafdli, ma'nawi, dan mutawatir amali
2)      Hadits ahad
Yaitu hadits yang perowinya tidak mencapai jumlah rowi hadits mutawatir
3.      Ijma'
a.       Pengertian ijma'
Secara bahasa berarti sepakat, setuju, sependapat.
Secara istilah syara' ialah kebulatan pendapat semua ahli ijtihad umat Muhammad SAW sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang suatu perkara (hukum).
b.      Dasar Ijma'
Dasar ijma' ada kalanya berupa dalil qoth'I (Al Qur'an dan hadits mutawatir) dan ada kalanya berupa dalil dzomi (hadits ahad dan qiyas).
c.       Kedudukan ijma'
Ijma' dapat digunakan sebagai sandaran hukum selama tidak didapati nashnya dalam Al Qur'an dan hadits. Ijma' sebagai dasar hukum menempati urutan ketiga.
4.   Qiyas
a.   Pengertian
Menurut bahasa, qiyas mengukur, menyamakan
Menurut istilah, qiyas adalah menetapkan hukum suatu perkara (hukum) yang belum ada ketentuan hukumnya berdasarkan hukum yang yang telah ditentukan oleh nash, karena adanya persamaan illat (sebab) hukum diantara keduanya.
b.   Macam-macam qiyas
1)   qiyas aulawi (lebih-lebih)
yaitu qiyas yang illatnya itulah yang menetapkan adanya hukum
2)   qiyas musawi (bersamaan illat)
adalah qiyas illat sama dengan illat qiyas aulawi hanya hukum cabangnya setingkat dengan hukum asalnya
3)      qiyas dilalah (menunjukkan)
adalah qiyas yang illatnya tidak menetapkan hukum tetapi menunjukkan juga adanya hukum
4)   qiyas syibbi (menyerupai)
adalah mengqiyas cabang yang diragukan diantara kedua pangkal kemana yang paling banyak menyamai
c.   Kedudukan qiyas
Qiyas merupakan sumber hukum yang keempat setelah Al Qur'an, hadits, dan ijma'.
Demikian konsepsi kaum aswaja dalam mengambil dasar hukum syara' yang senantiasa mendahulukan dan mengutamakan Al Qur'an dan hadits terlebih dahulu baru kalau tidak didapati dari keduanya beralih ke ijma' dan qiyas.

D.  KERANGKA BERPIKIR AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH
Ahlus sunnah wal jama'ah meliputi pemahaman dalam bidang aqidah, fiqih maupun tasawuf, Karen aketiganya merupakan ajaran Islam yang bersumber dari nash Al Qur'an maupun hadits. Di lingkungan ahlu sunnah wal jama'ah terdapat kesepakatan dan perbedaan. Perbedaan itu terjadi dalam rangka penerapan dari prinsip-prinsip yang disepakati karena adanya perbedaan penafsiran sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab ushul fiqh dan tafsir nusus.
Perbedaan diantara kelompok ahlu sunnah wal jama'ah tidak mengakibatkan keluar dari golongan itu sendiri sepanjang masih menggunakan metode yang disepakati sebagai manhaj al jami'. Oleh sebab itu, antara kelompok ahlu sunnah wal jama'ah walaupun terjadi perbedaan tidak boleh saling menkafirkan dan memfasikkan.
1.   Perkembangan ahlu sunnah wal jama'ah
Pada periode pertama, para shahabat dalam menghadapi masalah senantiasa berpegang pada nash Al Qur'an dan hadits, tanpa mendiskusikannya. Ketika wilayah yang dikuasai umat Islam semakin luas, maka pandangan shahabat terbagi menjadi dua kelompok.
Pertama, yang memilih diam dan menghindari dari perdebatan dan menganggap hal tersebut sebagai bid'ah yang dibenci.
Kedua adalah kelompok yang memilih untuk melakukan pembahasan dan diskusi untuk menghindarkan kerancuan pemahaman serta memelihara aqidah Islamiyyah dari berbagai penyimpangan.
2.   Proses pembentukan ahlu sunnah wal jama'ah
Proses ini membutuhkan waktu yang panjang. Sejarah menunjukkan bahwa pemikiran keagamaan sunni dalam bidang teologi, hukum, tasawuf, dan politik tidak terbentuk dalam satu masa, melainkan muncul secara bertahap dalam waktu yang berbeda.
Dengan demikian, maka faham ahlu sunnah wal jama'ah adalah akumulasi pemikiran keagamaan dalam berbagai bidang yang dihasilkan oleh para ulama untuk menjawab persoalan yang muncul pada zaman tertentu. Hal ini dilakukan agar faham sunni bisa selalu relevan dengan perkembangan baru yang muncul seiring dengan perubahan waktu.
Dalam proses pembentukan idiologi sunni ternyata banyak ketegangan. Dalam masa formal idiologi sunni tersebut, misalnya telah terjadi polemic intelektual antara al Syafi'i dengan ulama khawarij dan mu'tazilah, dan perebutan mencari pengaruh politik antara al Qodir dan penguasa Saljuk dengan penguasa Fatimi.
Dalam rangka mereduksi ketegangan itu, upaya-upaya telah dilakukan agar dua idiologi besar dalam Islam itu (ahlu sunnah wal jama'ah dan syi'ah) bisa mencari titik persamaan di tengah perbedaan yang secara intrinsic memang tidak bisa dihindari.
Konsep pemahaman baru aswaja tersebut tanpa harus mendefinisikan ulang, tetapi cukup dengan interprestasi ulang. Pemahaman yang benar dan luas dapat memberi pengaruh keluasan cakrawala dan tindakan seseorang. Dengan memahami bahwa bermahzab aswaja tidak berarti selamanya mengikuti doktrin aqwal aswaja, tetapi dapat juga dengan mengikuti semangat yang tercurah dalam manhaj.
3.   Aliran-aliran di luar aswaja
a.   Syi'ah
Merupakan liran yang sangat memuja dan mengunggul-unggulkan Ali bin Abi Tholib. Ciri-ciri:
1)      sangat memuja Ali bin Abi Tholib
2)      mereka beranggapan pengganti setelah Muhammad SAW adalah Ali
3)      beranggapan bahwa Ali lebih berhak daripada Abu Bakar
4)      beranggapan bahwa Abu Bakar, Umar, dan Utsman merebut hak Ali dalam memegang kholifah
b.   Khawarij
Merupakan golongan yang keluar dari jama'ah kaum muslimin, ahlu sunnah wal jama'ah. Cirri-ciri:
1)      setiap orang selain pengikut khawarij dianggap kafir
2)      setiap dosa adalah dosa besar (tidak ada dosa kecil)
c.   Mu'tazilah
Merupakan aliran yang mengagungkan akal. Tokohnya adalah Washil bin Atho'. Ciri-ciri:
1)      berpendapat bahwa Allah tidak mempunyai sifat
2)      ukuran baik atau buruk sangat ditentukan oleh akal, bukan dari wahyu
3)      sifat nabi tidak ada
d.   Qodariyyah
Aliran yang berpendapat bahwa manusialah yang menciptakan perbuatannya sendiri. Sedangkan Allah tidak ikut campur tangan. Tokohnya ialah Ibrahim bin Sajar. Ciri-ciri:
1)      takdir itu tidak ada
2)      ijma' para ulama tidak bias
e.   Jabariyyah
Berpendapat bahwa segala ketentuan di tangan Allah. Aliran ini didirikan oleh Jaham bin Suryam. Cirri-ciri:
1)      usaha/ihtiar tidak ada gunanya
2)      iman di dalam hati, tidak perlu diucapkan
3)      tidak perlu mengucapkan syahadat
f.    Aliran mutasyabihat
Aliran ini menyerupakan Allah dengan makhluk. Tokohnya yaitu Ab Abdillah Awwarah. Ciri-ciri:
1)      Allah mempunyai tangan, kaki dll seperti manusia
2)      Bahwa Allah bertempat di atas langit
g.   Murji'ah
Ciri-ciri:
1)      Rukum iman ada dua, iman kepada Allah dan Rosul
2)      Setelah mengenal Allah dan Rosul, berbuat dosa tidak dilarang lagi
Tokoh: Hasan bin Hilal Al Muzu'I dan Abu Salaf
h.   Najariyyah
Ciri-ciri:
1)      Allah tidak punya sifat
2)      Orang yang berbuat dosa pasti masuk neraka
3)      Ampunan Allah dan syafa'at nabi tidak ada
i.    Wahabiyyah
Didirikan oleh Muhammad bin Abdul Wahab. Ciri-ciri:
1)      Tawashul termasuk musyrik, tahlil merupakan bid'ah sesat
2)      Membangun kubah di atas kubur adalah haram
3)      Syafa'at selain nabi tidak ada, dan yang memohon kepadanya musyrik
4)      Membaca manakib hukumnya haram
5)      Selamatan orang mati hukumnya bid'ah sesat
j.    Wahaiyyah
Aliran ini didirikan oleh Waha'ullah. Ciri-ciri:
1)      Agama Islam dan nasrani harus disatukan, karena memiliki induk yang sama
2)      Berperang memakai senjata hukumnya haram, walaupun untuk membela agama Allah
3)      Membenarkan aliran wahdudul wujud "manunggaling kawulo lan gusti"
k.   Ahmadiyyah
Didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad di Pakistan. Ciri-ciri:
1)      Mirza Ghulam Ahmad adalah sebagai nabi
2)      Aliran ini berpendapat, agama Islam belum sempurna dan akan disempurnakan oleh Mirza Ghulam A.
4.   Ciri-ciri aswaja yang dikembangkan oleh NU
a.       Tawasut dan I'tidal
Tawasut: sikap berada di tengah-tengah, keseimbangan antara penggunaan akal dan dalil-dalil Al Qur'an.
I'tidal: bersikap adil dalam kehidupan, penggunaan akal dan dalil-dalil Qur'an serta bersikap adil.
b.      Tawazun : bersikap seimbang dalam pengabdian, baik pengabdian kepada Allah maupun pengabdian kepada manusia serta lingkungan.
c.       Tasamuh : bersikap toleran terhadap perbedaan pandangan baik dalam masalah keagamaan terutama dalam perbedaan furu' (fiqih) maupun dalam urusan dunia akhirat.
d.      Amar ma'ruf nahi munkar: selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang baik dan bermanfa'atbagi kehidupan bersama.